Tujuan-tujuan Pembelajaran

2.1 Pengertian Tujuan Pembelajaran
Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogianya memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia.

Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.

Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.

Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran. Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa:

1. Tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran;
2. Tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Menurut Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis.  Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis.

2.2 Manfaat Tujuan Pembelajaran
Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.

Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu:

- Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara  lebih mandiri;
- Memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar;
Membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran;
- Memudahkan guru mengadakan penilaian.

2.3 Rumusan Tujuan Pembelajaran
Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered).

Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan, selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi. Dalam praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa  lebih mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan Kurikulum  Berbasis Kompetensi.

Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran.

Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written plan/RPP), untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005)  menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu:

1. Preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan
2. Analisis taksonomi perilaku sebagaimana dikemukakan oleh Bloom di atas. Dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor.

Rumusan tujuan merupakan pernyataan tentang hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh setiap siswa. Lebih tepatnya, kemampuan baru apa yang seharusnya dikuasai siswa pada akhir pelajaran. Rumusan tujuan bukan merupakan pernyataan tentang apa yang direncanakan guru untuk dilaksanakan dalam pembelajaran tetapi tentang apa yang seharusnya siswa peroleh dari suatu pelajaran.

2.3.1 Mengapa guru harus menyatakan tujuan pembelajaran?
Pertama, guru harus mengetahui tujuan pembelajarannya agar dapat melakukan pemilihan materi, metode, dan media. Tujuan itu akan mengarahkan guru dalam memilih materi, metode, dan media dan urutan kegiatan pembelajaran.

Mengetahui tujuan pembelajarannya sendiri juga menjadikan guru memiliki komitmen untuk menciptakan lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga tujuan itu dapat dicapai. Sebagai misal, jika tujuan dari satu RPP Fisika adalah “Dapat mengukur arus yang mengalir di dalam sebuah rangkaian sederhana dengan amperemeter,” maka lingkungan belajar itu meliputi sebuah amperemeter dan rangkaian sederhana.

Alasan penting lain untuk menyatakan rumusan tujuan adalah membantu menjamin evaluasi yang benar. Guru tidak akan tahu apakah siswanya telah mencapai sebuah tujuan kecuali guru itu mutlak yakin apa tujuan yang hendak dicapai.

2.3.2 Tujuan pembelajaran sebagai kontrak antara guru dan siswa
Tanpa tujuan pembelajaran yang eksplisit, siswa tidak akan tahu apa yang diharapkan dari mereka. Apabila tujuan dinyatakan dengan jelas dan spesifik, pembelajaran dan pengajaran menjadi berorientasi pada tujuan.

Sesungguhnya, pernyataan tujuan dapat dipandang sebagai suatu kontrak antara guru dan siswa. Inilah tujuan pembelajarannya. Tugas saya sebagai guru adalah menyediakan aktivitas pembelajaran yang cocok untuk pencapaian tujuan itu. Tanggung jawab kamu sebagai siswa adalah berpartisipasi dengan sungguh-sungguh dalam aktivitas pembelajaran itu.”

2.3.3 Format ABCD Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran yang dinyatakan dengan baik mulai dengan menyebut Audience peserta didik untuk siapa tujuan itu dimaksudkan. Tujuan itu kemudian mencantumkan Behavior atau kemampuan yang harus didemonstrasikan dan Conditions seperti apa perilaku atau kemampuan yang akan diamati. Akhirnya, tujuan itu mencantumkan Degree keterampilan baru itu harus dicapai dan diukur, yaitu dengan standar seperti apa kemampuan itu dapat dinilai.

1. Audience
Ø  Premis utama pengajaran sistematik adalah fokus pada apa yang dilakukan siswa, bukan apa yang dilakukan guru.
Ø  Pembelajaran paling mungkin terjadi bila siswa aktif, baik secara mental memproses ide-ide atau secara fisik berlatih keterampilan.
Ø  Karena tercapainya tujuan bergantung kepada apa yang dilakukan siswa, maka tujuan pembelajaran mulai dengan menyatakan kemampuan siapa yang akan berubah, sebagai misal, “siswa kelas-sembilan” atau “peserta workshop pembelajaran inovatif.”

2. Behavior
Ø  Inti tujuan pembelajaran adalah kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan baru yang akan dimiliki audience setelah pengajaran.
Ø  Kata kerja dapat paling jelas mengarahkan perhatian guru jika kata kerja itu dinyatakan sebagai perilaku yang dapat diamati.
Ø  Kata kerja yang kabur seperti mengetahui, memahami dan mengapresiasi tidak mengkomunikasikan tujuan guru dengan jelas.
Ø  Kata-kata yang lebih baik menyatakan kinerja yang dapat diamati meliputi mendefinisikan, mengkategorikan, dan mendemonstrasikan.
Ø  Behavior atau kinerja yang dinyatakan dalam tujuan seharusnya mencerminkan kemampuan dunia-nyata yang dibutuhkan oleh siswa, bukan kemampuan artifisial atau tidak nyata/buatan semata-mata untuk berhasil dalam tes.

3. Condition
Ø  Pernyataan tujuan seharusnya memasukkan kondisi-kondisi saat siswa melakukan kinerja yang dievaluasi. Sebagai misal, apakah siswa diijinkan untuk menggunakan catatan atau membuka buku saat mengidentifikasi variabel dalam sebuah hipotesis.
Ø  Jika tujuan dari pelajaran tertentu adalah agar siswa dapat mengidentifikasi burung-burung, apakah identifikasi dilakukan dari sejumlah transparansi berwarna atau sejumlah foto hitam putih? Jadi sebuah tujuan dapat dinyatakan, “Diberikan sejumlah transparansi berwarna, siswa dapat mengidentifikasi burung-burung itu.” Atau contoh lain, “Tanpa membuka buku, siswa dapat menyebutkan Hukum Ohm.”

4. Degree
Ø  Persyaratan terakhir tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan baik adalah rumusan itu menunjukkan standar, atau kriteria , yaitu kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja siswa. Misalnya tingkat kecermatan atau ketuntasan seperti apa yang harus diperagakan siswa?
Ø  Apakah kriteria itu dinyatakan dalam istilah kualitatif atau kuantitatif, kriteria itu seharusnya didasarkan pada persyaratan dunia nyata. Sebagai misal, “Siswa dapat meloncat melewati mistar setinggi 175 cm.” atau “Siswa dapat merencanakan eksperimen untuk menguji sebuah hipotesis sesuai rincian tugas kinerja yang ditentukan.”
Cream Pemutih Kulit Wajah Panduan Cara Cepat Hamil
Back to top