Definisi Demokrasi
Kata
demokrasi yang bahasa Inggrisnya democracy berasal dari kata dalam bahasa
Yunani yaitu demos yang artinya rakyat, dan kratos berarti pemerintahan.
Dalam pengertian ini, demokrasi berarti demokrasi langsung yang dipraktikkan di beberapa negara kota di Yunani kuno.
Dalam pengertian ini, demokrasi berarti demokrasi langsung yang dipraktikkan di beberapa negara kota di Yunani kuno.
Dengan demikian, demokrasi dapat bersifat langsung
seperti yang terjadi di Yunani kuno, berupa partisipasi langsung dari rakyat
untuk membuat peraturan perundang-undangan, atau demokrasi tidak langsung yang
dilakukan melalui lembaga perwakilan.
Demokrasi tidak langsung ini cocok untuk negara yang penduduknya banyak dan wilayahnya luas.
Demokrasi tidak langsung ini cocok untuk negara yang penduduknya banyak dan wilayahnya luas.
Secara
etimologi Demokrasi berarti “Pemerintahan oleh Rakyat”. Inilah yang membedakan
demokrasi dengan istilah-istilah pemerintahan lainnya di mana tidak mempunyai
hak paten dari rakyat. Amerika mendefinisikan demokrasi sesuai dengan apa yang
diucapkan oleh Presiden ke-16 mereka, Abraham Lincoln (1809-1865):
“Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”.
Dengan kata lain di
dalam demokrasi terdapat partisipasi rakyat luas (public) dalam pengambilan
keputusan yang berdampak kepada kehidupan bermasyarakat.
Pandangan Ulama tentang Demokrasi
Yusuf al-Qardhawi:
Menurut beliau, substansi demokrasi sejalan dengan Islam.
Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal, misalnya:
- Dalam demokrasi proses
pemilihan melibatkan banyak orang untuk mengangkat seorang kandidat yang
berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu saja mereka tidak akan
memilih sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian juga dengan Islam. Islam
menolak seseorang menjadi imam shalat yang tidak disukai oleh makmum di
belakangnya.
- Usaha setiap rakyat
untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan dengan Islam. Bahkan amar
makruf dan nahi mungkar serta memberikan nasihat kepada pemimpin adalah bagian
dari ajaran Islam.
- Pemilihan umum
termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang tidak menggunakan
hak pilihnya sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih menjadi kalah dan
suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak layak, berarti ia
telah menyalahi perintah Allah untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.
- Penetapan hukum yang
berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan dengan prinsip Islam.
Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung dalam syura. Mereka ditunjuk Umar
sebagai kandidat khalifah dan sekaligus memilih salah seorang di antara mereka
untuk menjadi khalifah berdasarkan suara terbanyak.
Sementara lainnya yang tidak terpilih harus tunduk dan patuh. Jika suara yang keluar tiga lawan tiga, mereka harus memilih seseorang yang diunggulkan dari luar mereka. Yaitu Abdullah ibn Umar. Contoh lain adalah penggunaan pendapat jumhur ulama dalam masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah selama tidak bertentangan dengan nash syariat secara tegas.
Sementara lainnya yang tidak terpilih harus tunduk dan patuh. Jika suara yang keluar tiga lawan tiga, mereka harus memilih seseorang yang diunggulkan dari luar mereka. Yaitu Abdullah ibn Umar. Contoh lain adalah penggunaan pendapat jumhur ulama dalam masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah selama tidak bertentangan dengan nash syariat secara tegas.
- Juga kebebasan pers
dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas pengadilan merupakan
sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan Islam.
Salim Ali al-Bahnasawi:
Menurut beliau, demokrasi mengandung sisi yang baik yang
tidak bertentangan dengan islam dan memuat sisi negatif yang bertentangan
dengan Islam. Sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak
bertentangan dengan Islam. Sementara, sisi buruknya adalah penggunaan hak
legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada sikap menghalalkan yang haram
dan menghalalkan yang haram. Karena itu, ia menawarkan adanya islamisasi
sebagai berikut:
- Menetapkan tanggung
jawab setiap individu di hadapan Allah.
- Wakil rakyat harus
berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-tugas lainnya.
- Mayoritas bukan ukuran
mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan dalam Alquran dan Sunnah
(al-Nisa 59) dan (al-Ahzab: 36).
- Komitmen terhadap
islam terkait dengan persyaratan jabatan sehingga hanya yang bermoral yang
duduk di parlemen.
Prinsip- Prinsip Demokrasi Menurut Islam
Adapun prinsip-prinsip demokrasi
menurut Islam meliputi :
1. Syura (Musyawarah)
Merupakan
suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan yang secara eksplisit
ditegaskan dalam al-Qur’an. Dalam praktik kehidupan umat Islam, lembaga yang
paling dikenal sebagai pelaksana syura adalah ahl halli wa-l‘aqdi.
Pada zaman khulafaurrasyidin lembaga ini lebih menyerupai tim formatur yang bertugas memilih kepala negara. Adapun yang menjadi dasar dilaksanakan nya musyawarah berdasarkan firman ALLAH SWT dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 159 dan QS. Asy-Syura ayat 38.
Pada zaman khulafaurrasyidin lembaga ini lebih menyerupai tim formatur yang bertugas memilih kepala negara. Adapun yang menjadi dasar dilaksanakan nya musyawarah berdasarkan firman ALLAH SWT dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 159 dan QS. Asy-Syura ayat 38.
QS. Ali Imran ayat 159 :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu (*). Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakal kepada-Nya”.
(*) Maksudnya: urusan yang berkaitan dengan
hal-hal duniawi, seperti urusan dakwah, peperangan, politik, kemasyarakatan dan
lain-lainnya
Pada ayat diatas disebutkan petunjuk
sikap yang diperintahkan untuk dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi
umatnya, khususnya ketika bermusyawarah. Walaupun secara redaksional perintah
tersebut disematkan kepada Nabi SAW, namun pesan yang terdapat pada ayat
tersebut bisa berlaku umum bagi tiap muslim yang melakukan musyawarah.
Di isyaratkan
pada ayat tersebut mengenai sikap yang harus dilakukan untuk mensukseskan
musyawarah, sifat atau sikap tersebut yaitu sebagai berikut:
Lemah Lembut
Seseorang yang melakukan musyawarah,
apalagi sebagai pemimpin, harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap
keras kepala.
Pemaaf
Sifat pemaaf dan sikap memaafkan
dalam musyawarah sangat diperlukan karena tiada musyawarah tanpa pihak lain,
sedangkan kejernihan pikiran bisa hadir bersamaan dengan hilangnya kekeruhan
hati. Di sisi
lain, orang yang bermusyawarah harus menyiapkan mental untuk selalu bersedia
memberi maaf. Karena mungkin saja ketika bermusyawarah terjadi perbedaan
pendapat, atau keluar kalimat-kalimat yang menyinggung pihak lain.
Meminta Ampunan Allah
Orang yang melakukan musyawarah
harus menyadari kecerahan atau ketajaman pemikiran, serta analisis akal saja
tidaklah cukup. Artinya, hasil pemikiran akal tidak boleh menghasilkan
keputusan yang bisa melanggar aturan Allah SWT. Sayid Qutb (Tafsir Fizhilalil Qur’an) berpendapat bahwa sesungguhnya hukum
dimuka bumi ini tidak ada, yang ada hanya hukum Allah SWT, maka jangan
coba-coba membuat hukum tandingan untuk menandingi hukum Allah SWT (syariat Islam).
Membulatkan Tekad untuk melaksanakan
hasil musyawarah dan bertawakal
Pesan terakhir ayat
tersebut di dalam konteks musyawarah adalah setelah musyawarah usai dan telah
terwujud hasil kesepakatan bersama, maka hendaknya setiap peserta musyawarah
bertekad bulat untuk melaksanakan hasil musyawarah kemudian bertawakal atau
berserah diri kepada Allah.
Dengan bertawakal, maka seseorang akan bersyukur
apabila apa yang diusahakan membuahkan hasil sesuai dengan harapannya. Namun
apabila tidak sesuai harapan, maka dia bersabar dan tidak akan putus harapan
sehingga akan berusaha kembali. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berserah diri.
QS. Asy-Syuura
Ayat 38:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka”
Kandungan QS. Asy-Syuura
Ayat 38 :
Ayat ini menjelaskan bahwa beberapa sifat
hamba Allah SWT yang baik, antara lain dirinya selalu menerima dan mematuhi
seruan Allah SWT, selalu mendirikan salat yang telah diwajibkan kepadanya,
serta menafkahkan sebagian rezekinya di jalan Allah.
Ayat ini juga telah mengajarkan kepada kita
agar membiasakan diri melalui musyawarah dalam mengatasi berbagai persoalan,
baik di lingkungan keluarga, masyarakat, dan sebagai bagian dari warga negara.
Dengan catatan, masalah tersebut tidak mempunyai penyelesaian atau dasar dalil
yang kuat yang terdapat pada Al-Qur’an maupun hadits. Adapun bagi masalah yang
sudah terdapat aturan yang jelas dan tegas di kedua sumber tersebut, maka tidak
perlu dimusyawarahkan lagi.
2. Al-‘adalah
Adalah keadilan,
artinya dalam menegakkan hukum termasuk rekrutmen dalam berbagai jabatan
pemerintahan harus dilakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi dan
nepotis. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini
ditegaskan oleh Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat
90 :
“Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
3. Al-Musawah
Adalah kesejajaran,
artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat
memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap
rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam suatu
pemerintahan demi menghindari dari hegemoni penguasa atas rakyat.
4. Al-Amanah
Adalah sikap pemenuhan
kepercayaan yang diberikan seseorang kepada orang lain. Oleh sebab itu
kepercayaan atau amanah tersebut harus dijaga dengan baik. Dalam konteks
kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaan oleh rakyat
harus mampu melaksanakan kepercayaan tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab.
Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil seperti ditegaskan Allah SWT
dalam Surat an-Nisa’:58.
“Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
5. Al-Masuliyyah
Adalah tanggung jawab.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kekuasaan dan jabatan
itu adalah amanah yang harus diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri,
maka rasa tanggung jawab bagi seorang pemimpin atau penguasa harus
dipenuhi. Dan kekuasaan sebagai amanah ini mememiliki dua pengertian,
yaitu amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga amanah
yang harus dipertanggung jawabkan di depan
Tuhan.
6. Al-Hurriyyah
Adalah kebebasan,
artinya bahwa setiap orang, setiap warga masyarakat diberi hak dan kebebasan
untuk mengeksperesikan pendapatnya. Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara
yang bijak dan memperhatikan al-akhlaq al-karimah dan dalam rangka al-amr
bi-‘l-ma’ruf wa an-nahy ‘an al-‘munkar, maka tidak ada alasan bagi penguasa
untuk mencegahnya.
Bahkan yang harus diwaspadai adalah adanya kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan kritik dan kontrol sosial bagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela.
Bahkan yang harus diwaspadai adalah adanya kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan kritik dan kontrol sosial bagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela.
Persamaan
dan Perbedaan Islam dengan Demokrasi
Persamaan Islam & Demokrasi
Dr. Dhiyauddin ar Rais
mengatakan, Ada beberapa persamaan yang mempertemukan Islam dan demokrasi.
Namun, perbedaannya lebih banyak. Persamaannya:
1. Jika demokrasi diartikan sebagai sistem yang diikuti asas pemisahan
kekuasaan, itu pun sudah ada di dalam Islam. Kekuasaan legislatif sebagai
sistem terpenting dalam sistem demokrasi diberikan penuh kepada rakyat sebagai
satu kesatuan dan terpisah dari kekuasaan Imam atau Presiden. Pembuatan
Undang-Undang atau hukum didasarkan pada alQuran dan Hadist, ijma, atau ijtihad.
Dengan demikian, pembuatan UU terpisah dari Imam, bahkan kedudukannya lebih
tinggi dari Imam. Adapun Imam harus menaatinya dan terikat UU. Pada hakikatnya,
Imamah (kepemimpinan) ada di kekuasaan eksekutif yang memiliki kewenangan
independen karena pengambilan keputusan tidak boleh didasarkan pada pendapat
atau keputusan penguasa atau presiden, melainkan berdasarkan pada hukum-hukum
syariat atau perintah Allah SWT.
2. Demokrasi seperti definisi Abraham Lincoln: dari rakyat dan untuk rakyat
pengertian itu pun ada di dalam sistem negara Islam dengan pengecualian bahwa
rakyat harus memahami Islam secara komprehensif.
3. Demokrasi adalah adanya dasar-dasar politik atau sosial tertentu (misalnya,
asas persamaan di hadapan undang-undang, kebebasan berpikir dan berkeyakinan,
realisasi keadilan sosial, atau memberikan jaminan hak-hak tertentu, seperti
hak hidup dan bebas mendapat pekerjaan). Semua hak tersebut dijamin dalam
Islam.
Perbedaan Islam & Demokrasi
1. Demokrasi yang sudah populer di Barat, definisi bangsa atau umat dibatasi
batas wilayah, iklim, darah, suku-bangsa, bahasa dan adat-adat yang
mengkristal. Dengan kata lain, demokrasi selalu diiringi pemikiran nasionalisme
atau rasialisme yang digiring tendensi fanatisme.
Adapun menurut Islam, umat
tidak terikat batas wilayah atau batasan lainnya. Ikatan yang hakiki di dalam
Islam adalah ikatan akidah, pemikiran dan perasaan. Siapa pun yang mengikuti
Islam, ia masuk salah satu negara Islam terlepas dari jenis, warna kulit,
negara, bahasa atau batasan lain. Dengan demikian, pandangan Islam sangat
manusiawi dan bersifat internasional.
2. Tujuan-tujuan demokrasi modern Barat atau demokrasi yang ada pada tiap masa
adalah tujuan-tujuan yang bersifat duniawi dan material. Jadi, demokrasi
ditujukan hanya untuk kesejahteraan umat (rakyat) atau bangsa dengan upaya
pemenuhan kebutuhan dunia yang ditempuh melalui pembangunan, peningkatan
kekayaan atau gaji. Adapun demokrasi Islam selain mencakup pemenuhan kebutuhan
duniawi (materi) mempunyai tujuan spiritual yang lebih utama dan fundamental.
3. Kedaulatan umat (rakyat) menurut
demokrasi Barat adalah sebuah kemutlakan. Jadi, rakyat adalah pemegang
kekuasaan tertinggi tanpa peduli kebodohan, kezaliman atau kemaksiatannya.
Namun dalam Islam, kedaulatan rakyat tidak mutlak, melainkan terikat dengan
ketentuan-ketentuan syariat sehingga rakyat tidak dapat bertindak melebihi
batasan-batasan syariat, alQuran dan asSunnah tanpa mendapat sanksi.